BAB II
Pendidikan agama Islam
adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiaapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam,
disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (kurikulum PAI, 3 : 2002).
disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (kurikulum PAI, 3 : 2002).
Munculnya
anggapan-anggapan yang kurang menyenagkan tentang pendidikan agama seperti
Islam diajarkan lebih pada hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai)
yang harus dipraktekan. Pendidikan agama lebih ditekankan pada hubungan
formalitas antara hamba dengan Tuhannya, penghayatan nilai-nilai agama kurang
mendapat penekanan dan masih terdapat sederet respons kritis terhadap
pendidikan agama. Hal ini disebabkan penilaian kelulusan siswa dalam pelajaran
agama diukur dengan berapa banyak hafalan dan mengerjakan ujian tertulis
dikelas yang dapat didemonstrasikan oleh siswa.
Memang pola pembelajaran tersebut bukanlah khas pola pendidikan agama.
Pendidikan secara umum pun diakui oleh para ahli dan pelaku pendidikan negara
kita yang juga mengidap masalah yang sama. Masalah besar dalam pendidikan
selama ini adalah kuatnya dominasi pusat dalam penyelenggaraan
pendidikan sehingga yang muncul uniform-sentralistik kurikulum, model hafalan
dan menolong, materi ajar yang banyak, serta kurang menekankan pada penbentukan
karakter bangsa.
Mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam itu secara keseluruhannya dalam lingkup Al-Qur’an dan Al-Hadist,
keimanan, akhlak, fiqh/ibadah, dan sejarah, [2]sekaligus
menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam mencakup perwujudan
keserasian, keselerasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainya
maupun lingkungannya (hablun minallah wa hablun minannas).
Jadi pelaksanaan pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan
pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan
mengamalkan ajaran agama Islam melalui
kegiatan bimbingan ditetapkan.
B.
Landasan Yuridis Pelaksanaan PAI
Sebagai bangsa indonesia
kita harus mengartikan pendidikan sebagai perjuangan bangsa, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pada pancasila dan UUD 45. Dalam operasionalisasinya, pendidikan nasional tersebut dikelompokan
kedalam berbagai jenis sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya, yang
dikelola dalam perjenjangan sesuai dengan tahapan atau tingkat peserta didik,
keluasaan dan kedalaman bahan pengajaran.
Dengan demikian, sistem
pendidikan khususnya islam, secara macro merupakan usaha pengorganisasian
proses kegiatan kependidikan yang berdasarkan ajaran islam dan pendekatan
sistematik, sehingga dalam pelaksanaan opreasionalnya terdiri dari berbagai sub-sub
sistem dari jenjang pendidikan pra dasar, menengah atau perguruan tinggi yang
harus memiliki vertikalitas dalam kualitas ke ilmu pengetahuan dan ke teknologian yang makin optimal, yang
mana tiap tingkat, keimanan dan ketakwaan kepada Allah akan meninggika derajat lebih tinggi bagi orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan.
Hakikat pembangunan
nasional adalah membangun manusia indonesia seutuhnya dan seluruh mansyarakat
indonesia yang berlandaskan pancasila dan UUD 45, maka jelaslah tersirat dalam rumusan
GBHN tersebut suatu idealitas [3]yang
sangat tinggi nilainya karena pandangan dasar bahwa manusia yang utuh lahiriyah
dan jasmaniayah, seimbang, selaras dan serasi antara dunia dan akhirat dan
sebagainya yang mampu menjadi pemeran aktif dalam pembangunan
Pendidikan agama wajib
dilaksanakan di semua lingkungan pendidikan oleh semua unsur penanggung jawab pendidikan,
mengingat pendindikan agama islam di negeri pancasila yang kita cintai ini bukan
semata-mata panggilan misional yang mengikat seluruh bangsa untuk menyukseskan,
seperti halnya dengan komponen dasar pendidikan lainya, misalnya PMP pendidikan P-4, PSPB yang satu sama lain harus saling mengembangkan dan
berkaitan atau saling mengacu, meskipun pada masing-masing lingkungan tersebut
intensitas pengaruh dan efektifnya tidak sama karena berbagai faktor dan
fasilitas yang berbeda.
Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undangan yang
secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan
agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga
macam, yaitu :
1. Dasar ideal, yaitu dasar falsafah Negara Pancasila, sila pertama :
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Dasar structural/konstitusional, yaitu UUD ’45 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1
dan 2, yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2)
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.
3. Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No IV/MPR/1973 yang
kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No. IV/MPR 1978 jo. Ketetapan MPR Np.
II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No. II/MPR
1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang pada pokoknya menyatakan
bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum
sekolah-sekolah formal, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Selama ini pelaksanaan
pendidikan agama yang berlangsung disekolah masih mengalami banyak kelemahan.
Mochtar Buchori menilai pendidikan agama masih gagal. Kegagalan disebabkan
karena praktek pendidikan hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari
pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama, dan mengabaikan pembinaan aspek afektif
dan konatif-voletif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai
ajaran agama. Akibat terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan,
antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama atau dalam
praktek pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak
membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dri pendiikan agama adalah
pendidikan moral.
Dalam pelaksanaan pro gam pendidikan agama diberbagai sekolah umum, belum seperti yang kita
harapkan, karena berbagai kendala dalam bidang kemampuan pelaksanaan metode,
sarana fisik dan non fisik. Disamping suasana lingkungan pendidikan yang kurang
menunjang suksesnya pendidikan mental spiritual dan moral. Padahal fasilitas
dasarnya telah disediakan oleh pemerintah melalui Tap-Tap MPR, pengaturan
perundangan lainya, serta berbagai proyek pembangunan sektor agama dan
pendidikan.
Beberapa faktor yang
menghambat pendidikan agama :
1. Faktor-faktor eksternal
a. Timbulnya sikap orang tua dibeberapa lingkungan sekitar yang kurang
menyadari tentang pentingnya pendidikan agama, tidak mengacuhkan akan
pentingnya pemantapan pendidikan agama di sekolah yang berlanjut di rumah.
Orang tua yang bersikap demikian disebabkan oleh dampak kebutuhan ekonomisnya
yang mendorong bekerja 20 jam di luar rumah, [5]sehingga
mereka menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah untuk mendidik anaknya 2 jam per
minggu.
b. Situasi lingkungan sekitar sekolah di pengaruhi godaan-godaan setan dalam berbagai
raga bentuknya, seperti judi, tontonan porno dan maksiat-maksiat lainnya.
Situasi yang demikian dapat melemahkan daya konsentrasi berfikir dan berakhlaq
mulia, serta mengurangi gaya belajar, bahkan mengurangi daya saing dalam meraih
kemajuan.
c. Adanya gagasan baru dari para ilmuan untuk mencari terobosan baru terhadap
berbagai problema pembangunan dan kehidupan remaja, menyebabkan para pelajar
secara latah mempraktekan makna yang keliru atats kata-kata yang terobosan
menjadi mengambil jalan pintas dalam mengejar cita-citanya tanpa melihat
cara-cara yang halal dan haram, seprti mencontek, membeli soal-soal ujian
akhir, perolehan nilai secara aspal, bahkan ada yang menghalalkan cara apapun
seprti doktrin komunisme.
d. Timbulnya sikap frustasi dikalangan orang tua yang beranggapan bahwa
tingginya tingkat pendidikan, tidak akan menjamin anaknya untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak, sebab perluasan lapangan kerja tidak dapat mengimbangi
banyaknya pencari kerja.
e. Serbuan dampak kemajuan ilmu dan teknologi dari luar negri semakin
melenturkan perasan religius dan meleberkan kesenjangan antara nilai
tradisional dengan nilai rasional teknologis, menjadi sumber transisi nilai
yang belum menentukan arah dan pemukiman yang baru.
2 Faktor-faktor internal
a. Guru kurang kompeten utnuk menjadi tenaga profesional pendidikan atau
jabatan guru yang disandangnya hanya merupakan pekerjaan alternatif terakhir,
tanpa menekuni tugas sebenarnya selaku guru yang berkualitas atau tanpa ada
rasa dedikasi sesuai tuntutan pendidikan.
b. [6]Penyalah gunaan menejemen penempatan yang mengalih tugaskan guru agama ke
bagian administrasi, seperti perpustakaan, atau pekerjaan non guru.
c. Pendekatan metologi guru masih terpaku kepada orientasi tradisionali,
sehingga tidak mampu menarik minat murid pada pelajaran agama.
d. Kurangnya rasa solidaritas antra guru agama dengan guru - guru bidang studi
umum, sehingga timbul sikap memencilkan guru agama, yang mengakibatkan
pelaksanaan pendidikan agama tersendat-sendat dan kurang terpadu.
e. Kurangnya waktu persiapan guru agama dalam mengajar karena disibukan oleh
usaha nonguru untuk mencukupi kebutuhan ekonomi sehari-hari atau mengajar di
sekolah-sekolah suasta.
f. Hubungan guru agama dengan murid hanya bersifat formal, tanpa berkelanjutan
dalam situasi informal di luar kelas.
g. Belum mantapnya landasan perundangan yang menjadi dasar terpijaknya
pengolahan pendikan agama dalam sistem pendidikan nasional, termasuk
pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan islam.
BAB III
ANALISIS
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran
agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan
dan persatuan bangsa.
Nagara indonesia telah mengatur tentang pendidikan agama yang diadakan di
sekolahan-sekolahan umum, tetapi masih banyak kendala yang dihadapi dalam pelaksanaanya.
Hal tersebut didasari karena tidak adanya kerjasama antara guru umum dan guru
agama, sehingga kesan yang diterima seperti hanya pendasaran tentang pendidikan agama islam
padahal pendidikan ini sangat diperlukan bagi peserta didik yang beragama islam.
DAFTAR PUSTAKA
Majid Abdul. 2004. Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Rosdakarya.
Djamaludin.
1999. Kapita Selekta Pendidikn Islam,
Bandung: CV Pustaka Setia.
Muhaimin, A. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Madrasah Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
[1]Majid
Abdul. 2004. Pendidikan Islam Berbasisi Kompetensi, Bandung : PT
Rosdakarya.
Djamaludin. 1999. Kapita
Selekta Pendidikn Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Muhaimin, A. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah Madrasah Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
[2]
Majid
Abdul. 2004. Pendidikan Islam Berbasisi Kompetensi, Bandung : PT
Rosdakarya.
Djamaludin. 1999. Kapita
Selekta Pendidikn Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Muhaimin, A. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah Madrasah Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
[3]
Majid
Abdul. 2004. Pendidikan Islam Berbasisi Kompetensi, Bandung : PT
Rosdakarya.
Djamaludin. 1999. Kapita
Selekta Pendidikn Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Muhaimin, A. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah Madrasah Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
[4]
Majid
Abdul. 2004. Pendidikan Islam Berbasisi Kompetensi, Bandung : PT
Rosdakarya.
Djamaludin. 1999. Kapita
Selekta Pendidikn Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Muhaimin, A. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah Madrasah Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Djamaludin. 1999. Kapita
Selekta Pendidikn Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Muhaimin, A. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah Madrasah Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
[6]
Majid
Abdul. 2004. Pendidikan Islam Berbasisi Kompetensi, Bandung : PT
Rosdakarya.
Djamaludin. 1999. Kapita
Selekta Pendidikn Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Muhaimin, A. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah Madrasah Dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
No comments:
Post a Comment